Jangan Remehkan Kebaikan
Arti kebaikan
Kebaikan dalam terminologi Islam sering disebut dengan ”al-birru” atau ”al-ma’ruf”, yaitu segala sesuatu yang mendatangkan keridhaan Allah baik berupa keyakinan, sikap, ucapan atau perbuatan. Jika kebaikan dikerjakan dengan ikhlas Allah akan menyediakan balasan kebaikan pula kepada pelakunya baik di dunia maupun di akhirat nanti. Rasulullah SAW memotivasi kita agar gemar melakukan kebaikan dan tidak meremehkannya sekecil apapun walau hanya sekedar tersenyum atau menampakkan wajah berseri kepada sesama. Terlebih lagi pada hal-hal pokok dalam agama seperti masalah aqidah, ibadah, mu’amalah dan akhlak.
Yang kita sebut dengan kebaikan ternyata tidak mudah dikerjakan apalagi dibiasakan. Ketika kesempatan berbuat kebaikan sudah jelas ada, ladang amal shaleh terbentang luas di depan mata kebanyakan dari kita tidak langsung menyambutnya dengan suka cita kemudian menunaikannya. Bahkan yang lebih memprihatinkan kadang ada yang tidak suka dengan suatu kebaikan tapi malah membenci orang lain yang istiqomah mengerjakannya, padahal mereka adalah orang-orang beriman yang sama-sama mengharapkan surga. Misalnya saja ketika terdengar seruan adzan, apakah kita langsung menyambutnya dengan senang hati kemudian menunaikan shalat berjamaah di masjid ? Jika ya, bersyukurlah kepada Allah bahwa dengan rahmat-Nya kita masih mampu membuktikan kebenaran iman kita. Tetapi jika belum, inilah yang menjadi tugas penting kita untuk segera memperbaikinya.
Karakteristik suatu kebaikan yang diantara hikmahnya akan mendatangkan keberkahan hidup dan balasan surga bagi pelakunya kebanyakan terasa tidak enak, tidak menyenangkan, dan terasa berat. Karenanya hanya orang yang beriman dan benar-benar ikhlaslah yang dapat mewujudkannya. Sebaliknya hal-hal yang tidak baik biasanya terasa ringan, menyenangkan dan mengasyikan sehingga banyak orang yang mahir mengerjakannya bahkan menganggapnya sebagai hal yang sudah lumrah dan biasa. Nabi SAW bersabda :
Surga dikelilingi dengan hal-hal yang tidak disukai , sementara neraka dikelilingi dengan syahwat. (HR. Muslim, At-Tirmidzi, dan Ad-Daarimi).
Contoh kebaikan dan hikmahnya
Orang yang benar-benar beriman akan mendasari semua yang dilakukannya dengan motivasi iman dan niat beribadah untuk memperoleh ridha dan pahala dari Allah SWT. Diantara buah manisnya adalah lebih mencintai Allah dan Rasulnya, mengakarnya yaqdzah (kesadaran) dalam hati dan sikap husnudzan kepada Allah Sang Pembuat Syari’at bahwa dibalik taklif syari’at dari Allah dan Rasul-Nya tersimpan rahasia dan hikmah yang luas sekali. Misalnya, Rasulullah mengajarkan kepada kita bahwa senyum kepada sesama adalah shadaqah. Bukankah tersenyum itu hal yang mudah kita lakukan ? Tersenyum yang hanya menggunakan 2 otot saja (bandingkan dengan marah yang menggunakan 13 otot dan bicara yang menggunakan 44 otot ), ternyata hanya bisa dilakukan oleh orang yang hatinya sehat, netral dan tiada beban. Tersenyum merupakan suatu daya dari kemampuan otak kanan kita yang perlu dilatih dan dibiasakan. Coba kita bandingkan dengan tersenyum di depan benda mati (kamera), mengapa terasa agak sulit ? Orang yang hatinya sakit oleh karena sifat hasad, benci, marah atau dendam sangat sulit sekali untuk tersenyum dengan tulus seolah ada dinding tebal yang menghalanginya untuk tersenyum. Penyakit hati merupakan ganjalan jiwa yang biasanya mengajak kepada tendensi negatif, ketiadaan netralitas dan sikap tidak obyektif. Senyum menjadi bernilai shadaqah apabila ia merupakan refleksi psikis yang dapat berfungsi sebagai instrumen pemecah masalah, perekat ukhwah (persaudaraan), pemelihara sillaturrahim, pengikat hubungan baik dengan teman dan tetangga, alat untuk menciptakan budaya berpikir positif dan husnudzan, dan banyak manfaat lainnya.
Contoh lain, ketika kita bersin Rasulullah SAW menganjurkan kita agar menutup mulut dan memuji Allah dengan membaca ”alhamdulillah”, sedangkan ketika menguap kita dianjurkan menahan sebisa mungkin (agar tidak jadi menguap) atau menutup mulut dengan punggung tangan kiri dan membaca ”astaghfirullaahal’adziim”. Beliau bersabda :
Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap. Maka apabila seseorang bersin, hendaklah ia memuji Allah (dengan mengucapkan alhamdulillah) dan merupakan kewajiban bagi setiap muslim (yang mendengarnya) untuk mendo’akannya. Adapun menguap ia berasal dari setan, maka tahanlah semampu mungkin dan apabila (seseorang menguap) bersuara ”haa”, maka tertawalah setan. (Shahih Bukhari : 6223).
Juga sabdanya :
Jika salah seorang dari kalian menguap, maka tutuplah mulut dengan tangannya karena sesungguhnya setan masuk (ke dalam mulut yang terbuka). (Shahih Muslim : 2995)
Rasulullah memerintahkan atau melarang sesuatu bukan karena kemauan dan kehendaknya sendiri, melainkan atas bimbingan wahyu dari Allah SWT. Hikmahnya adalah ketika kita bersin dengan kuasa dan ilmu-Nya tubuh secara reflek otomatis mengeluarkan udara semi otonom yang mengandung bakteri/ kuman/ mikroba/ debu kotoran dari dalam rongga antar hidung, telinga dan tenggorokan dengan kecepatan 160,9 km/ jam (bahkan ada yang menyebutnya 250 km/ jam, wallaahu a’lam). Para pakar kesehatan merekomendasikan agar jangan bersin terlalu keras karena konon dapat meretakkan tulang iga. Juga jangan pernah mencoba menahan bersin, sebab menahan bersin berarti tubuh harus menahan kecepatan bersin tersebut secara tiba-tiba. Menurut John Pan MD, Kepala Pusat Pengobatan Integratif di George Washington University Medical Center bahwa menahan bersin akan memaksa bakteri/ kuman/ mikroba/ debu kotoran kembali masuk ke dalam rongga hidung dan kanal telinga sehingga bisa menimbulkan infeksi, dalam kondisi parah dapat menyebabkan pecahnya gendang telinga. Sedangkan Dr. Michael Roizen Kepala Wellness Officer Clevelend Clinics menjelaskan bahwa menahan bersin sangat membahayakan kesehatan, diantaranya dapat menyebabkan patahnya tulang rawan hidung, mimisan, pecahnya gendang telinga, vertigo, terlepasnya retina mata, atau emfisema yang berpotensi mematikan. Subhaanallah...itulah sebabnya mengapa kita diperintahkan untuk memuji Allah karena dengan bersin secara sunnatullah kita dihindarkan dari hal-hal yang membahayakan tubuh atau paling tidak terhindar dari bahaya yang lebih besar. Senada dengan anjuran mendo’akan kebaikan, di negara-negara yang berbahasa Inggris juga sering dikatakan ucapan ”God bless you” (semoga Tuhan memberkatimu) kepada orang yang bersin.
Sedangkan menguap (umumnya diasumsikan sebagai pertanda tubuh capai dan perlu istirahat) merupakan gejala yang menunjukkan bahwa otak dan tubuh membutuhkan asupan oksigen dan nutrisi. Menguap terjadi karena tubuh dalam keadaan lembab lagi kering dan residu alveoli di paru-paru miskin (kekurangan) oksigen. Ketika menguap organ pernafasan berusaha menghirup oksigen sebanyak-banyaknya melalui mulut, padahal mulut bukan difungsikan untuk itu. Jika menghirup udara dengan mulut, maka bakteri/ kuman/ mikroba/ debu kotoran (haba’) akan ikut masuk ke dalam organ pernafasan tanpa filterisasi yang mestinya melalui hidung, juga dapat menyebabkan oksigen (O2) yang kita hirup terkontaminasi oleh karbon dioksida (CO2).
Menguap merupakan isyarat pemikiran yang lalai dan tumpul (sulit berkonsentrasi), dibuai rasa ngantuk dan pertanda kemalasan. Setan akan senang bila kita malas dan tidak beribadah kepada Allah atau tidak melakukan aktifitas lain yang bermanfaat. Pada saat mulut kita terbuka setan tertawa dan masuk ke dalam tubuh kemudian dengan leluasa mengganggu kita. Kita diperintahkan menutup mulut dengan punggung tangan kiri karena menguap termasuk kebiasaan tidak baik dan merupakan perilaku yang salah secara ilmiah. Oleh sebab itu kita diperintahkan membaca istighfar memohon ampun kepada Allah dari perbuatan yang tidak baik tersebut. Sedangkan Rasulullah sendiri seperti perkataan Ibnu Hajar Al-Atsqalani dalam kitab Fathul Baari, menyebutkan bahwa para sahabat tidak pernah melihat Rasulullah SAW menguap.
Contoh lain dari kebaikan dan hikmahnya, misalnya tentang kebiasaan makan atau minum dua orang yang berbeda. Orang pertama sering makan sesuatu sambil berdiri, terbiasa dengan tangan kiri, mungkin lupa membaca basmalah dan berdo'a sebelumnya, dan bila makanan/ minuman masih panas ia biasa meniupnya agar menjadi dingin, terasa nyaman dan tidak menyiksa lidahnya. Fenomena kebiasaan ini sepertinya sudah dianggap hal yang lumrah dan seolah telah menjadi budaya yang dibenarkan. Bukti pemandangan ini sering kita saksikan di rumah, di sekolah, di kantor, di tempat bekerja, atau di tempat-tempat umum lainnya mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, bahkan orang tua. Coba kita amati dalam tayangan televisi (yang mewakili komunitas lingkungan di luar diri kita) disadari atau tidak hampir sebagian besar kebiasaan makan/ minum seperti di atas sudah dianggap biasa. Sedangkan orang kedua sudah terbiasa makan sambil duduk, selalu dengan tangan kanan, selalu membaca basmalah dan berdo'a, serta terbiasa mununggu makanan/ minuman sampai dingin atau hangat baru kemudian dimakan.
Pada ilustrasi contoh di atas orang pertama mungkin akan berargumen bahwa kebiasaan atau cara makan itu tidaklah penting, yang penting adalah kualitas makanan ditinjau dari aspek kandungan gizinya. Esensi dari makan adalah proses pemenuhan kebutuhan nutrisi oleh tubuh untuk mensuplai kebutuhan energi, stabilitas suhu tubuh, dan regenarasi sel-sel yang secara ilmiah harus mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan seperti karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamain, dsb. Alasan tersebut memang tidak salah, hanya saja ada hal yang terabaikan yakni nilai ”keberkahan” dalam makanan itu. Sedangkan orang kedua tidak menafikan esensi dan manfaat ilmiah dari makanan karena itu sebuah keniscayaan, tetapi ia juga berusaha meraih hikmah yang lebih banyak yang tidak diperoleh orang pertama. Kelebihannya antara lain :
1) Orang kedua mendasarkan niat bahwa dengan makan tubuhnya menjadi lebih kuat untuk menunaikan kewajiban beribadah, karenanya ia dapat pahala.
2) Ia melestarikan sunnah-sunnah Rasulullah SAW sebagai bukti cinta dan taat kepadanya. Taat kepada Rasullullah berarti taat kepada Allah. Inilah hakekat cinta dan ketaatan yang sesungguhnya yang karenanya ia akan selalu dicintai oleh Allah dan diampuni dosa-dosanya.
3) Ia makan dengan tangan kanan karena menyelisihi setan yang makan dengan tangan kiri. Dalam sebuah tulisan disebutkan bahwa orang yang terbiasa melakukan aktifitas dengan tangan kanan itu 9 tahun lebih panjang usianya daripada orang kidal yang populasinya hanya 13 % di dunia.
4) Ia makan sambil mengharapkan keselamatan dan keberkahan. Dengan membaca basmalah setan tidak ambil bagian dalam makanan. Apabila keberkahan ia peroleh maka hidupnya akan terasa menyenangkan karena selalu bertambah kebaikannya dan dijauhkan dari hal-hal yang tidak diinginkannya.
5) Ia akan merasakan manfaat kesehatan yang plus, sebab diantara hikmah Nabi SAW melarang sesuatu pasti ada maksud dan tujuannya. Secara ilmiah medis, ketika kita bernafas dan mengeluarkan kembali udara melalui mulut maka asupan udara yang kita peroleh dan yang kita keluarkan itu berbeda. Yang kita hirup adalah oksigen (O2) dan disaring melalui hidung, sedangkan yang keluar itu udara kotor yang mengandung karbon dioksida (CO2). Jika kita meniup makanan sama artinya kita melekatkan zat karbon itu pada makanan dan kemungkinan juga melekatnya bakteri/ kuman/ mikroba/ debu kotoran (haba’) pada makanan. Disamping itu secara fisiologis posisi ideal bagi lambung dan organ pencernaan saat kita makan adalah sambil duduk, bukan dengan berdiri apalagi sambil berjalan.
Mengapa keberkahan makanan itu penting untuk kita peroleh ? Berkah secara harfiyah berarti bertambahnya kebaikan atau mendatangkan banyak kebaikan. Makanan yang berkah itu makanan yang mendatangkan manfaat kebaikan yang banyak sekali, baik di dunia bahkan sampai akhirat. Sebaliknya makanan yang tidak berkah akan mendatangkan banyak mudharat dan kerugian. Untuk itu marilah kita sadari betapa ruginya apabila kebaikan yang terlihat kecil itu sering kali kita remehkan. Sebaliknya, sekecil apapun kebaikan yang pernah kita kerjakan pasti tidak akan sia-sia melainkan sejatinya kita telah menanam benih yang akan tumbuh menjadi lebih besar dan kita akan memanen buahnya kelak di akhirat. Yang lebih menguntungkan lagi bila kita mengajak kebaikan kepada orang lain kemudian orang lain mau melakukannya, maka kita akan memperoleh pahala dari amal kebaikan yang dikerjakan oleh orang lain tersebut selama ia mengerjakannya. Berikut adalah beberapa etika lain yang harus kita biasakan dalam hal makan/ minum seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW :
1. Mencuci tangan sebelum makan
2. Membaca basmalah sebelum makan, dan membaca hamdalah sesudahnya. Jika lupa tidak membaca kita tetap diperintahkan membaca basmalah ketika teringat.
3. Makan/ minum dengan tangan kanan dan mengambil makanan yang terdekat. Rasulullah SAW bersabda :
Bacalah basmalah (jika akan makan/ minum), makanlah dengan tangan kananmu, dan ambillah makanan yang terdekat. (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Makan/ minum secukupnya, tidak berlebihan (kekenyangan) dan tidak membuang makanan. Karena hal tersebut merupakan perilaku tabdzir (pemborosan) yang disukai setan.
5. Makan dan minum sambil duduk, tidak sambil tiduran, tidak berdiri, apalagi berjalan. Sabdanya :
Janganlah salah seorang diantara kamu minum sambil berdiri. Barangsiapa lupa hendaklah menumpahkan apa yang telah diminumnya. (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
6. Makan mulai dari pinggir makanan jangan dari tengah agar keberkahan makanan itu sempurna.
7. Ketika minum janganlah bernafas dalam gelas dan jangan sekaligus, tetapi diminum dua atau tiga kali.
8. Tidak boleh mencela makanan, karena hal itu pertanda kita tidak bersyukur kepada Allah.
9. Jika makan bersama orang yang lebih tua, sebaiknya kita persilahkan mereka terlebih dahulu.
10. Dan masih banyak yang lainnya.
Demikianlah beberapa kebaikan yang harus kita biasakan dalam keseharian kita meskipun kadang terasa berat atau belum terbiasa. Sesuatu akan terasa berat apabila kita tidak terbiasa atau belum melakukannya. Agar sesuatu itu bisa dikerjakan, maka harus terbiasa. Dan sesuatu itu menjadi terbiasa, awalnya harus dipaksa. Ada ungkapan ”Possible thing is usual, and usual thing is forced”, Wallaahu a'lam. Demikian mudah-mudahan bermanfaat, Amiin.
Oleh : Zaenal Muttaqin Noor
Demikian mudah-mudahan bermanfaat, Amiin.
Subhaana-Ka Allaahumma wabihamdi-Ka asyhadu an-laa ilaaha illaa Anta astaghfiru-Ka waatuubu ilai-Ka.
Kebaikan dalam terminologi Islam sering disebut dengan ”al-birru” atau ”al-ma’ruf”, yaitu segala sesuatu yang mendatangkan keridhaan Allah baik berupa keyakinan, sikap, ucapan atau perbuatan. Jika kebaikan dikerjakan dengan ikhlas Allah akan menyediakan balasan kebaikan pula kepada pelakunya baik di dunia maupun di akhirat nanti. Rasulullah SAW memotivasi kita agar gemar melakukan kebaikan dan tidak meremehkannya sekecil apapun walau hanya sekedar tersenyum atau menampakkan wajah berseri kepada sesama. Terlebih lagi pada hal-hal pokok dalam agama seperti masalah aqidah, ibadah, mu’amalah dan akhlak.
Yang kita sebut dengan kebaikan ternyata tidak mudah dikerjakan apalagi dibiasakan. Ketika kesempatan berbuat kebaikan sudah jelas ada, ladang amal shaleh terbentang luas di depan mata kebanyakan dari kita tidak langsung menyambutnya dengan suka cita kemudian menunaikannya. Bahkan yang lebih memprihatinkan kadang ada yang tidak suka dengan suatu kebaikan tapi malah membenci orang lain yang istiqomah mengerjakannya, padahal mereka adalah orang-orang beriman yang sama-sama mengharapkan surga. Misalnya saja ketika terdengar seruan adzan, apakah kita langsung menyambutnya dengan senang hati kemudian menunaikan shalat berjamaah di masjid ? Jika ya, bersyukurlah kepada Allah bahwa dengan rahmat-Nya kita masih mampu membuktikan kebenaran iman kita. Tetapi jika belum, inilah yang menjadi tugas penting kita untuk segera memperbaikinya.
Karakteristik suatu kebaikan yang diantara hikmahnya akan mendatangkan keberkahan hidup dan balasan surga bagi pelakunya kebanyakan terasa tidak enak, tidak menyenangkan, dan terasa berat. Karenanya hanya orang yang beriman dan benar-benar ikhlaslah yang dapat mewujudkannya. Sebaliknya hal-hal yang tidak baik biasanya terasa ringan, menyenangkan dan mengasyikan sehingga banyak orang yang mahir mengerjakannya bahkan menganggapnya sebagai hal yang sudah lumrah dan biasa. Nabi SAW bersabda :
Surga dikelilingi dengan hal-hal yang tidak disukai , sementara neraka dikelilingi dengan syahwat. (HR. Muslim, At-Tirmidzi, dan Ad-Daarimi).
Contoh kebaikan dan hikmahnya
Orang yang benar-benar beriman akan mendasari semua yang dilakukannya dengan motivasi iman dan niat beribadah untuk memperoleh ridha dan pahala dari Allah SWT. Diantara buah manisnya adalah lebih mencintai Allah dan Rasulnya, mengakarnya yaqdzah (kesadaran) dalam hati dan sikap husnudzan kepada Allah Sang Pembuat Syari’at bahwa dibalik taklif syari’at dari Allah dan Rasul-Nya tersimpan rahasia dan hikmah yang luas sekali. Misalnya, Rasulullah mengajarkan kepada kita bahwa senyum kepada sesama adalah shadaqah. Bukankah tersenyum itu hal yang mudah kita lakukan ? Tersenyum yang hanya menggunakan 2 otot saja (bandingkan dengan marah yang menggunakan 13 otot dan bicara yang menggunakan 44 otot ), ternyata hanya bisa dilakukan oleh orang yang hatinya sehat, netral dan tiada beban. Tersenyum merupakan suatu daya dari kemampuan otak kanan kita yang perlu dilatih dan dibiasakan. Coba kita bandingkan dengan tersenyum di depan benda mati (kamera), mengapa terasa agak sulit ? Orang yang hatinya sakit oleh karena sifat hasad, benci, marah atau dendam sangat sulit sekali untuk tersenyum dengan tulus seolah ada dinding tebal yang menghalanginya untuk tersenyum. Penyakit hati merupakan ganjalan jiwa yang biasanya mengajak kepada tendensi negatif, ketiadaan netralitas dan sikap tidak obyektif. Senyum menjadi bernilai shadaqah apabila ia merupakan refleksi psikis yang dapat berfungsi sebagai instrumen pemecah masalah, perekat ukhwah (persaudaraan), pemelihara sillaturrahim, pengikat hubungan baik dengan teman dan tetangga, alat untuk menciptakan budaya berpikir positif dan husnudzan, dan banyak manfaat lainnya.
Contoh lain, ketika kita bersin Rasulullah SAW menganjurkan kita agar menutup mulut dan memuji Allah dengan membaca ”alhamdulillah”, sedangkan ketika menguap kita dianjurkan menahan sebisa mungkin (agar tidak jadi menguap) atau menutup mulut dengan punggung tangan kiri dan membaca ”astaghfirullaahal’adziim”. Beliau bersabda :
Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap. Maka apabila seseorang bersin, hendaklah ia memuji Allah (dengan mengucapkan alhamdulillah) dan merupakan kewajiban bagi setiap muslim (yang mendengarnya) untuk mendo’akannya. Adapun menguap ia berasal dari setan, maka tahanlah semampu mungkin dan apabila (seseorang menguap) bersuara ”haa”, maka tertawalah setan. (Shahih Bukhari : 6223).
Juga sabdanya :
Jika salah seorang dari kalian menguap, maka tutuplah mulut dengan tangannya karena sesungguhnya setan masuk (ke dalam mulut yang terbuka). (Shahih Muslim : 2995)
Rasulullah memerintahkan atau melarang sesuatu bukan karena kemauan dan kehendaknya sendiri, melainkan atas bimbingan wahyu dari Allah SWT. Hikmahnya adalah ketika kita bersin dengan kuasa dan ilmu-Nya tubuh secara reflek otomatis mengeluarkan udara semi otonom yang mengandung bakteri/ kuman/ mikroba/ debu kotoran dari dalam rongga antar hidung, telinga dan tenggorokan dengan kecepatan 160,9 km/ jam (bahkan ada yang menyebutnya 250 km/ jam, wallaahu a’lam). Para pakar kesehatan merekomendasikan agar jangan bersin terlalu keras karena konon dapat meretakkan tulang iga. Juga jangan pernah mencoba menahan bersin, sebab menahan bersin berarti tubuh harus menahan kecepatan bersin tersebut secara tiba-tiba. Menurut John Pan MD, Kepala Pusat Pengobatan Integratif di George Washington University Medical Center bahwa menahan bersin akan memaksa bakteri/ kuman/ mikroba/ debu kotoran kembali masuk ke dalam rongga hidung dan kanal telinga sehingga bisa menimbulkan infeksi, dalam kondisi parah dapat menyebabkan pecahnya gendang telinga. Sedangkan Dr. Michael Roizen Kepala Wellness Officer Clevelend Clinics menjelaskan bahwa menahan bersin sangat membahayakan kesehatan, diantaranya dapat menyebabkan patahnya tulang rawan hidung, mimisan, pecahnya gendang telinga, vertigo, terlepasnya retina mata, atau emfisema yang berpotensi mematikan. Subhaanallah...itulah sebabnya mengapa kita diperintahkan untuk memuji Allah karena dengan bersin secara sunnatullah kita dihindarkan dari hal-hal yang membahayakan tubuh atau paling tidak terhindar dari bahaya yang lebih besar. Senada dengan anjuran mendo’akan kebaikan, di negara-negara yang berbahasa Inggris juga sering dikatakan ucapan ”God bless you” (semoga Tuhan memberkatimu) kepada orang yang bersin.
Sedangkan menguap (umumnya diasumsikan sebagai pertanda tubuh capai dan perlu istirahat) merupakan gejala yang menunjukkan bahwa otak dan tubuh membutuhkan asupan oksigen dan nutrisi. Menguap terjadi karena tubuh dalam keadaan lembab lagi kering dan residu alveoli di paru-paru miskin (kekurangan) oksigen. Ketika menguap organ pernafasan berusaha menghirup oksigen sebanyak-banyaknya melalui mulut, padahal mulut bukan difungsikan untuk itu. Jika menghirup udara dengan mulut, maka bakteri/ kuman/ mikroba/ debu kotoran (haba’) akan ikut masuk ke dalam organ pernafasan tanpa filterisasi yang mestinya melalui hidung, juga dapat menyebabkan oksigen (O2) yang kita hirup terkontaminasi oleh karbon dioksida (CO2).
Menguap merupakan isyarat pemikiran yang lalai dan tumpul (sulit berkonsentrasi), dibuai rasa ngantuk dan pertanda kemalasan. Setan akan senang bila kita malas dan tidak beribadah kepada Allah atau tidak melakukan aktifitas lain yang bermanfaat. Pada saat mulut kita terbuka setan tertawa dan masuk ke dalam tubuh kemudian dengan leluasa mengganggu kita. Kita diperintahkan menutup mulut dengan punggung tangan kiri karena menguap termasuk kebiasaan tidak baik dan merupakan perilaku yang salah secara ilmiah. Oleh sebab itu kita diperintahkan membaca istighfar memohon ampun kepada Allah dari perbuatan yang tidak baik tersebut. Sedangkan Rasulullah sendiri seperti perkataan Ibnu Hajar Al-Atsqalani dalam kitab Fathul Baari, menyebutkan bahwa para sahabat tidak pernah melihat Rasulullah SAW menguap.
Contoh lain dari kebaikan dan hikmahnya, misalnya tentang kebiasaan makan atau minum dua orang yang berbeda. Orang pertama sering makan sesuatu sambil berdiri, terbiasa dengan tangan kiri, mungkin lupa membaca basmalah dan berdo'a sebelumnya, dan bila makanan/ minuman masih panas ia biasa meniupnya agar menjadi dingin, terasa nyaman dan tidak menyiksa lidahnya. Fenomena kebiasaan ini sepertinya sudah dianggap hal yang lumrah dan seolah telah menjadi budaya yang dibenarkan. Bukti pemandangan ini sering kita saksikan di rumah, di sekolah, di kantor, di tempat bekerja, atau di tempat-tempat umum lainnya mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, bahkan orang tua. Coba kita amati dalam tayangan televisi (yang mewakili komunitas lingkungan di luar diri kita) disadari atau tidak hampir sebagian besar kebiasaan makan/ minum seperti di atas sudah dianggap biasa. Sedangkan orang kedua sudah terbiasa makan sambil duduk, selalu dengan tangan kanan, selalu membaca basmalah dan berdo'a, serta terbiasa mununggu makanan/ minuman sampai dingin atau hangat baru kemudian dimakan.
Pada ilustrasi contoh di atas orang pertama mungkin akan berargumen bahwa kebiasaan atau cara makan itu tidaklah penting, yang penting adalah kualitas makanan ditinjau dari aspek kandungan gizinya. Esensi dari makan adalah proses pemenuhan kebutuhan nutrisi oleh tubuh untuk mensuplai kebutuhan energi, stabilitas suhu tubuh, dan regenarasi sel-sel yang secara ilmiah harus mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan seperti karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamain, dsb. Alasan tersebut memang tidak salah, hanya saja ada hal yang terabaikan yakni nilai ”keberkahan” dalam makanan itu. Sedangkan orang kedua tidak menafikan esensi dan manfaat ilmiah dari makanan karena itu sebuah keniscayaan, tetapi ia juga berusaha meraih hikmah yang lebih banyak yang tidak diperoleh orang pertama. Kelebihannya antara lain :
1) Orang kedua mendasarkan niat bahwa dengan makan tubuhnya menjadi lebih kuat untuk menunaikan kewajiban beribadah, karenanya ia dapat pahala.
2) Ia melestarikan sunnah-sunnah Rasulullah SAW sebagai bukti cinta dan taat kepadanya. Taat kepada Rasullullah berarti taat kepada Allah. Inilah hakekat cinta dan ketaatan yang sesungguhnya yang karenanya ia akan selalu dicintai oleh Allah dan diampuni dosa-dosanya.
3) Ia makan dengan tangan kanan karena menyelisihi setan yang makan dengan tangan kiri. Dalam sebuah tulisan disebutkan bahwa orang yang terbiasa melakukan aktifitas dengan tangan kanan itu 9 tahun lebih panjang usianya daripada orang kidal yang populasinya hanya 13 % di dunia.
4) Ia makan sambil mengharapkan keselamatan dan keberkahan. Dengan membaca basmalah setan tidak ambil bagian dalam makanan. Apabila keberkahan ia peroleh maka hidupnya akan terasa menyenangkan karena selalu bertambah kebaikannya dan dijauhkan dari hal-hal yang tidak diinginkannya.
5) Ia akan merasakan manfaat kesehatan yang plus, sebab diantara hikmah Nabi SAW melarang sesuatu pasti ada maksud dan tujuannya. Secara ilmiah medis, ketika kita bernafas dan mengeluarkan kembali udara melalui mulut maka asupan udara yang kita peroleh dan yang kita keluarkan itu berbeda. Yang kita hirup adalah oksigen (O2) dan disaring melalui hidung, sedangkan yang keluar itu udara kotor yang mengandung karbon dioksida (CO2). Jika kita meniup makanan sama artinya kita melekatkan zat karbon itu pada makanan dan kemungkinan juga melekatnya bakteri/ kuman/ mikroba/ debu kotoran (haba’) pada makanan. Disamping itu secara fisiologis posisi ideal bagi lambung dan organ pencernaan saat kita makan adalah sambil duduk, bukan dengan berdiri apalagi sambil berjalan.
Mengapa keberkahan makanan itu penting untuk kita peroleh ? Berkah secara harfiyah berarti bertambahnya kebaikan atau mendatangkan banyak kebaikan. Makanan yang berkah itu makanan yang mendatangkan manfaat kebaikan yang banyak sekali, baik di dunia bahkan sampai akhirat. Sebaliknya makanan yang tidak berkah akan mendatangkan banyak mudharat dan kerugian. Untuk itu marilah kita sadari betapa ruginya apabila kebaikan yang terlihat kecil itu sering kali kita remehkan. Sebaliknya, sekecil apapun kebaikan yang pernah kita kerjakan pasti tidak akan sia-sia melainkan sejatinya kita telah menanam benih yang akan tumbuh menjadi lebih besar dan kita akan memanen buahnya kelak di akhirat. Yang lebih menguntungkan lagi bila kita mengajak kebaikan kepada orang lain kemudian orang lain mau melakukannya, maka kita akan memperoleh pahala dari amal kebaikan yang dikerjakan oleh orang lain tersebut selama ia mengerjakannya. Berikut adalah beberapa etika lain yang harus kita biasakan dalam hal makan/ minum seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW :
1. Mencuci tangan sebelum makan
2. Membaca basmalah sebelum makan, dan membaca hamdalah sesudahnya. Jika lupa tidak membaca kita tetap diperintahkan membaca basmalah ketika teringat.
3. Makan/ minum dengan tangan kanan dan mengambil makanan yang terdekat. Rasulullah SAW bersabda :
Bacalah basmalah (jika akan makan/ minum), makanlah dengan tangan kananmu, dan ambillah makanan yang terdekat. (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Makan/ minum secukupnya, tidak berlebihan (kekenyangan) dan tidak membuang makanan. Karena hal tersebut merupakan perilaku tabdzir (pemborosan) yang disukai setan.
5. Makan dan minum sambil duduk, tidak sambil tiduran, tidak berdiri, apalagi berjalan. Sabdanya :
Janganlah salah seorang diantara kamu minum sambil berdiri. Barangsiapa lupa hendaklah menumpahkan apa yang telah diminumnya. (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
6. Makan mulai dari pinggir makanan jangan dari tengah agar keberkahan makanan itu sempurna.
7. Ketika minum janganlah bernafas dalam gelas dan jangan sekaligus, tetapi diminum dua atau tiga kali.
8. Tidak boleh mencela makanan, karena hal itu pertanda kita tidak bersyukur kepada Allah.
9. Jika makan bersama orang yang lebih tua, sebaiknya kita persilahkan mereka terlebih dahulu.
10. Dan masih banyak yang lainnya.
Demikianlah beberapa kebaikan yang harus kita biasakan dalam keseharian kita meskipun kadang terasa berat atau belum terbiasa. Sesuatu akan terasa berat apabila kita tidak terbiasa atau belum melakukannya. Agar sesuatu itu bisa dikerjakan, maka harus terbiasa. Dan sesuatu itu menjadi terbiasa, awalnya harus dipaksa. Ada ungkapan ”Possible thing is usual, and usual thing is forced”, Wallaahu a'lam. Demikian mudah-mudahan bermanfaat, Amiin.
Oleh : Zaenal Muttaqin Noor
Demikian mudah-mudahan bermanfaat, Amiin.
Subhaana-Ka Allaahumma wabihamdi-Ka asyhadu an-laa ilaaha illaa Anta astaghfiru-Ka waatuubu ilai-Ka.
0 Response to "Jangan Remehkan Kebaikan"
Posting Komentar